Pengaruh Konflik Antar Karyawan Terhadap Stres Kerja dan Keinginan Untuk Mengundurkan Diri


PENGARUH KONFLIK ANTAR KARYAWAN TERHADAP STRES KERJA DAN KEINGINAN UNTUK MENGUNDURKAN DIRI

Mae Rini Anitia

Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Kerinci

 Pendahuluan

Perkembangan dunia kerja dewasa ini menunjukkan dinamika yang luar biasa cepat, baik dari segi teknologi, manajemen, maupun interaksi sosial. Dalam lingkungan organisasi modern, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh efisiensi sistem dan strategi bisnis, melainkan juga oleh kemampuan organisasi dalam mengelola sumber daya manusianya, terutama dalam menjalin hubungan kerja yang sehat dan produktif. Sayangnya, salah satu permasalahan yang sering kali muncul dan menjadi tantangan dalam dunia kerja adalah konflik antar karyawan.

Konflik di tempat kerja adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dihindari sepenuhnya. Perbedaan pendapat, nilai, kepentingan, serta cara pandang dalam menyikapi tugas sering kali menimbulkan gesekan antar individu. Ketika konflik ini tidak ditangani secara profesional dan bijaksana, maka akan berujung pada tekanan psikologis, stres berkepanjangan, dan pada akhirnya memicu munculnya keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Hal ini tentu menjadi kerugian besar, baik bagi individu maupun organisasi.

Dalam konteks ini, penting untuk memahami bahwa konflik tidak selalu bersifat negatif. Konflik dapat menjadi pemicu perubahan positif apabila dikelola dengan tepat. Namun demikian, dalam banyak kasus, konflik justru berkembang menjadi persoalan yang kompleks dan berdampak negatif karena kurangnya keterampilan dalam menyelesaikannya. Oleh karena itu, kajian mengenai hubungan antara konflik interpersonal, stres kerja, dan turnover intention sangat penting untuk dikaji lebih dalam sebagai upaya memberikan solusi yang relevan bagi pengembangan organisasi dan kesejahteraan karyawan.

Faktor-Faktor Penyebab Konflik Interpersonal di Tempat Kerja

Konflik interpersonal tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan merupakan hasil dari akumulasi berbagai faktor yang berinteraksi satu sama lain dalam lingkungan kerja. Beberapa faktor dominan yang sering menjadi pemicu terjadinya konflik antar karyawan antara lain:

  1. Perbedaan Kepribadian, Nilai, dan Latar Belakang Karyawan yang berasal dari latar belakang budaya, pendidikan, agama, dan sosial yang berbeda tentunya membawa cara pandang dan nilai-nilai yang berbeda pula. Dalam situasi tertentu, perbedaan ini dapat memperkaya dinamika kerja, namun jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan kesalahpahaman. Misalnya, seorang karyawan yang memiliki gaya kerja sistematis dan terorganisir bisa merasa frustrasi ketika harus bekerja sama dengan individu yang lebih spontan dan fleksibel.

  2. Komunikasi yang Tidak Efektif dan Tidak Terbuka Komunikasi yang buruk adalah salah satu sumber utama konflik di tempat kerja. Pesan yang tidak tersampaikan dengan jelas, informasi yang tidak lengkap, atau interpretasi yang keliru dapat menimbulkan konflik yang bahkan tidak disadari penyebabnya oleh pihak-pihak yang terlibat. Dalam situasi seperti ini, hubungan profesional dapat terganggu, kepercayaan hilang, dan produktivitas menurun.

  3. Tekanan Kerja yang Tinggi dan Persaingan Tidak Sehat Lingkungan kerja yang kompetitif memang dapat mendorong kinerja, namun apabila persaingan dilakukan secara tidak sehat maka akan menimbulkan rasa iri, curiga, dan konflik terbuka. Karyawan bisa merasa terancam dengan pencapaian rekan lainnya, apalagi jika sistem penghargaan dan promosi dalam perusahaan tidak transparan atau dirasa tidak adil.

  4. Ketidaktegasan dan Ketidakterlibatan Pimpinan atau Manajemen Manajemen yang tidak tanggap terhadap dinamika konflik yang berkembang dalam organisasi berpotensi memperburuk keadaan. Ketika pemimpin tidak bersikap adil, memihak pada salah satu pihak, atau bahkan membiarkan konflik berkembang tanpa intervensi yang jelas, maka rasa kepercayaan karyawan terhadap kepemimpinan pun akan menurun, dan konflik bisa menjalar lebih luas.

Dampak Konflik terhadap Stres Kerja dan Keinginan Mengundurkan Diri

Konflik yang berlangsung secara terus-menerus tanpa adanya resolusi yang efektif dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik secara psikologis maupun sosial, di antaranya:

  1. Dampak Psikologis dan Emosional Individu yang terlibat dalam konflik berkepanjangan akan mengalami tekanan emosional yang tinggi. Rasa gelisah, cemas, frustrasi, bahkan depresi bisa muncul sebagai akibat dari beban mental yang ditanggung. Tidak jarang, konflik di tempat kerja terbawa hingga ke kehidupan pribadi karyawan, mengganggu keseimbangan hidup dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.

  2. Peningkatan Turnover Intention Ketika karyawan merasa lingkungan kerja tidak lagi mendukung kesejahteraan mereka, maka keinginan untuk mencari tempat kerja lain menjadi pilihan logis. Rasa tidak nyaman, kehilangan motivasi, dan ketidakpuasan terhadap manajemen akan memicu peningkatan turnover intention. Perusahaan akan mengalami kerugian bukan hanya karena kehilangan tenaga kerja, tetapi juga karena harus menanggung biaya perekrutan, pelatihan, dan penyesuaian karyawan baru.

  3. Disintegrasi Tim dan Penurunan Kinerja Organisasi Konflik interpersonal yang tidak tertangani juga dapat merusak kolaborasi tim. Hubungan kerja yang renggang, komunikasi yang terhambat, dan hilangnya semangat kerja akan berdampak pada produktivitas. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat merusak budaya organisasi dan citra perusahaan di mata publik dan calon tenaga kerja.

Strategi Pencegahan dan Penanganan Konflik Interpersonal

Agar konflik tidak berkembang menjadi krisis, organisasi perlu menerapkan berbagai strategi proaktif dan reaktif, di antaranya:

  1. Pelatihan Keterampilan Interpersonal dan Komunikasi Efektif Karyawan perlu diberikan pelatihan mengenai cara berkomunikasi yang baik, mendengarkan secara aktif, menyampaikan pendapat dengan cara yang asertif, dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan verbal maupun non-verbal. Pelatihan semacam ini dapat dilakukan secara berkala sebagai bagian dari pengembangan sumber daya manusia.

  2. Pembangunan Budaya Organisasi yang Inklusif dan Berkeadilan Budaya organisasi yang menjunjung tinggi keterbukaan, kejujuran, dan penghargaan terhadap perbedaan akan mendorong terciptanya lingkungan kerja yang harmonis. Nilai-nilai ini harus tercermin dalam kebijakan organisasi, gaya kepemimpinan, serta interaksi sehari-hari antar karyawan.

  3. Pembentukan Lembaga atau Tim Resolusi Konflik Internal Adanya unit khusus dalam organisasi yang menangani konflik dan keluhan karyawan menjadi penting untuk menjaga stabilitas sosial dalam perusahaan. Tim ini bertindak sebagai mediator netral yang membantu menyelesaikan konflik secara adil dan profesional.

  4. Fokus pada Kesehatan Mental dan Kesejahteraan Karyawan Organisasi yang baik adalah organisasi yang peduli terhadap kesehatan mental anggotanya. Penyediaan layanan konseling, sesi relaksasi, kegiatan rekreasi, dan jam kerja yang fleksibel bisa membantu menurunkan tingkat stres dan mencegah konflik sejak dini.

Kesimpulan

Konflik antar karyawan merupakan fenomena yang tidak terpisahkan dari kehidupan organisasi. Jika dikelola dengan buruk, konflik dapat berkembang menjadi penyebab utama munculnya stres kerja, menurunnya motivasi, hingga meningkatnya keinginan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan. Oleh karena itu, pendekatan yang menyeluruh dan sistematis sangat diperlukan dalam menangani konflik interpersonal, mulai dari peningkatan keterampilan komunikasi, pembangunan budaya kerja yang positif, hingga pemberian dukungan psikologis yang memadai.

Sebagai mahasiswa dan calon praktisi di bidang pendidikan dan konseling, penting bagi kita untuk memahami bahwa penyelesaian konflik bukan hanya tentang menenangkan situasi, tetapi juga tentang menciptakan perubahan positif dalam hubungan kerja. Dengan begitu, kita dapat berkontribusi dalam membangun lingkungan kerja yang tidak hanya produktif, tetapi juga manusiawi dan bermartabat.

Daftar Pustaka

Anwar, C. (2015). Manajemen konflik untuk menciptakan komunikasi yang efektif: Studi kasus di Departemen Purchasing PT. Sumi Rubber Indonesia. Jurnal Interaksi, 4(2), 148-157. Dewi, T. H., & Handayani, A. (2013). Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal di Tempat Kerja Ditinjau dari Persepsi terhadap Komunikasi Interpersonal dan Tipe Kepribadian Ekstrovert. Jurnal Psikologi Undip, 12(1). McLean. (2010). Business Communication for Success. Flat World Knowledge. Muspawi, M. (2014). Manajemen konflik: Upaya penyelesaian konflik dalam organisasi. Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, 16(2), 41-46. Naim, Z. (2021). Manajemen Konflik dalam Perspektif Islam. Jurnal Mahasiswa Manajemen Pendidikan: Leadership, 2(2).

Please Select Embedded Mode For Blogger Comments

Lebih baru Lebih lama