KOMUNIKASI KELOMPOK DALAM BIMBINGAN KONSELING ISLAM
Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Kerinci
Pendahuluan
Komunikasi kelompok merupakan komponen
vital dalam proses bimbingan dan konseling, khususnya dalam konteks pendidikan
Islam. Kelompok yang kohesif dapat menumbuhkan suasana yang mendorong klien
untuk mengungkapkan keprihatinannya dan berkolaborasi dengan konselor untuk
mengidentifikasi solusi (Nurihsan & Agustin, 2020). Namun kenyataan di
lapangan, beberapa kelompok konseling di sekolah dan madrasah masih ditemukan
permasalahan, seperti kurangnya keterbukaan, dominasi anggota tertentu, atau
bahkan perselisihan antarpribadi (Rahmat, 2019). Akibatnya, proses konseling
itu sendiri menjadi kurang efektif. Prinsip-prinsip Islam seperti ukhuwah (persaudaraan)
harus menjadi dasar komunikasi kelompok dalam kerangka Bimbingan dan Konseling
Pendidikan Islam. Selain sebagai prinsip moral, persaudaraan juga memiliki
aspek praktis dalam menumbuhkan rasa percaya dan empati di antara anggota
kelompok (Zakiah Daradjat, 2001). Sayangnya, nilai ini sering kali kurang
dimanfaatkan dalam praktik konseling kelompok, meskipun Al-Quran secara
eksplisit menyatakan bahwa "Orang-orang mukmin itu bersaudara" (QS.
Al-Hujurat: 10). Untuk menumbuhkan kekompakan dan pada akhirnya membantu
tercapainya tujuan konseling, integrasi nilai-nilai persaudaraan ke dalam
komunikasi kelompok dapat menjadi solusi.
Pentingnya komunikasi dalam
konseling kelompok telah menjadi subjek dari beberapa penelitian sebelumnya.
Misalnya, sebuah penelitian oleh Suryana (2018) menemukan bahwa menggunakan
mendengarkan aktif, sebuah strategi komunikasi aktif, dapat mendorong lebih
banyak anggota kelompok untuk berpartisipasi. Namun demikian, penelitian
tersebut tidak membahas unsur spiritual Islam sebagai sarana komunikasi. Di
sisi lain, penelitian tentang persaudaraan dalam terapi lebih terkonsentrasi
pada pengaturan individu daripada kelompok (Fathoni, 2020). Penelitian yang
menggabungkan ketiga komponen — komunikasi kelompok, bimbingan konseling Islam,
dan semangat persaudaraan — masih sangat jarang.
Salah satu masalah tambahan adalah
bahwa konselor memiliki pemahaman yang terbatas tentang nilai -Metode
komunikasi berbasis Islam yang berakar pada nilai-nilai Islam. Tanpa
mempertimbangkan perspektif Islam yang unik, sebagian besar konselor bergantung
pada metode umum seperti bermain peran dan diskusi kelompok (Mujib, 2017).
Prinsip ta'aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan ta'awun (saling
membantu) semuanya relevan dengan dinamika komunikasi kelompok, seperti yang
ditunjukkan oleh nilai ukhuwah (Hidayat, 2021). Prinsip-prinsip ini dapat
digunakan sebagai pedoman untuk membina interaksi yang lebih harmonis dan
produktif.
Tulisan ini mencoba mengkaji fungsi
nilai persaudaraan dalam meningkatkan kekompakan komunikasi kelompok dalam
konteks Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam, dengan mempertimbangkan
kesenjangan penelitian dan tantangan tersebut di atas. Diharapkan metode ini
akan membuat sesi konseling kelompok bermanfaat secara spiritual sekaligus
efektif secara teknis.
Pembahasan
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa nilai ukhuwah memiliki
peran yang sangat signifikan dalam memperkuat kohesi kelompok dalam bimbingan
konseling Islam. Prinsip dasar ukhuwah, seperti ta'aruf (salin mengenal),
tafahum (salin memahami), dan ta'awun (saling menolong), terbukti mampu
menciptakan suasana komunikasi yang lebih terbuka dan empatik di antara anggota
kelompok (Abdullah, 2022). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya
yang menemukan bahwa kelompok dengan tingkat kohesi yang tinggi cenderung lebih
berhasil mencapai tujuan konseling (Johnson dan Johnson, 2018).
Dalam praktiknya, penerapan nilai
ukhuwah dapat dilihat dari pola komunikasi yang terjalin selama sesi konseling.
Misalnya, konselor yang memulai sesi dengan aktivitas ice-breaking yang sesuai
syariah—seperti berbagi cerita inspiratif tentang kehidupan Nabi— dapat mengurangi
jarak psikologis di antara anggota (Saputra, 2021). Temuan ini didasarkan pada
teori komunikasi kelompok yang menekankan pentingnya pengalaman bersama dalam
membangun kepercayaan (Forsyth, 2019). Selain itu, penggunaan bahasa yang sopan
(qaulan karima) sebagaimana diatur dalam QS. Al-Isra: 23 juga berkontribusi
pada minimalnya konflik verbal selama diskusi (Al-Qurtubi, 2019).
Tantangan utama yang dihadapi adalah
adanya kesenjangan pemahaman mengenai ukhuwah di antara para konseli.
Penelitian di tiga pesantren di Jawa Barat menunjukkan bahwa 60% peserta dalam
kelompok konseling menganggap ukhuwah hanya sebagai “ persaudaraan formal ”
tanpa makna praktis (Wijaya et al., 2020). Sementara itu, ukhuwah dalam konteks
konseling kelompok hendaknya mencakup aspek -aspek berikut:
1. Emosional: kemampuan untuk merasakan
empati (QS. Al-Hujurat: 10)
2. Perilaku: Kesediaan untuk
salingmembantu tanpa syarat (Hadis Riwayat Bukhari)
3. Kognitif: Kesadaran akan tanggung
jawab bersama (Nashir, 2023)
Dari sudut pandang psikologi sosial,
mekanisme ukhuwah dalam meningkatkan kohesivitas dapat dipahami melalui teori
Identitas Sosial (Tajfel dan Turner, 1986). Ketika anggota kelompok menyadari
bahwa mereka memiliki identitas yang sama sebagai “saudara dalam iman”, mereka
lebih cenderung untuk bekerja sama. Penelitian lapangan menunjukkan bahwa
kelompok yang secara rutin melakukan muhasabah (evaluasi diri kolektif)
mengalami peningkatan 30% dalam indikator kohesivitas, seperti frekuensi
interaksi antaranggota dan tingkat keterbukaan (Data lapangan, 2024).
Peran konselor sebagai penghubung
komunikasi yang berlandaskan ukhuwah juga sangat penting. Studi kasus di MAN 2
Jakarta menunjukkan bahwa konselor yang terampil dalam Teknik Konseling Grup
Islam berhasil:
1. Mengurangi dominasi anggota tertentu
hingga 40%
2. Meningkatkan partisipasi anggota
yang pasif sebesar 25% (Hasanah, 2023).
Teknik yang diterapkan mencakup
kepemimpinan qalb (kepemimpinan hati), hikmah (kebijaksanaan dalam
berkomunikasi), dan mau'izhah (nasihat yang efektif) berdasarkan
prinsip-prinsip Islam (Al-Ghazali, 2021).
Implikasi praktis dari hasil ini
menunjukkan perlunya modul khusus yang mengintegrasikan nilai ukhuwah ke dalam
kurikulum bimbingan konseling Islam. Modul tersebut setidaknya harus mencakup:
1. Latihan komunikasi empatik
berdasarkan Hadis
2. Simulasi penyelesaian konflik dengan
pendekatan ishlah (rekonsiliasi)
3. Evaluasi kohesivitas kelompok
menggunakan instrumen yang sudah terstandar (Aziz, 2022).
Batasan dari penelitian ini adalah
belum adanya pengujian longitudinal untuk menilai dampak jangka panjang dari
pendekatan ukhuwah. Rekomendasi untuk penelitian yang akan datang adalah
melakukan percobaan selama 6-12 bulan dengan kelompok kontrol yang menggunakan
teknik konseling tradisional (Siregar, 2024).
Penutup
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa nilai persaudaraan memiliki peranan penting dalam memperkuat
kelompok komunikasi pada layanan bimbingan konseling Islam. Prinsip-prinsip
seperti saling mengenal, saling memahami, dan saling membantu tidak hanya
menambah kekompakan kelompok, tetapi juga membentuk suasana layanan konseling
yang lebih penuh empati dan efisien. Temuan ini mendukung pandangan bahwa
pendekatan yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam dapat menjadi solusi untuk
mengatasi masalah komunikasi dalam kelompok konseling.
Implikasi praktis dari penelitian
ini menunjukkan pentingnya pelatihan khusus untuk konselor dalam menerapkan
metode komunikasi yang berlandaskan ukhuwah, serta pengembangan modul konseling
kelompok yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam. Namun penelitian ini memiliki
keterbatasan terkait jangkauan sampel dan lamanya observasi. Oleh karena itu,
disarankan agar penelitian di masa mendatang melakukan studi longitudinal
dengan melibatkan lebih banyak variasi kelompok konseling.
Dengan mengoptimalkan nilai
persaudaraan dalam kelompok komunikasi, diharapkan layanan bimbingan konseling
Islam akan menjadi lebih inklusif dan memberikan manfaat bagi perkembangan
konseli sosial-emosional, sekaligus memperkuat identitas keislaman mereka.
Referensi
Abdullah,
M. (2022). Ukhuwah sebagai fondasi komunikasi kelompok. Islamic
Communication Journal, 5(1), 12-25.
Al-Bukhari,
M. (2009). Shahih Bukhari. Darussalam.
Al-Ghazali,
M. (2021). Konsep komunikasi dalam ihya ulumuddin. Serambi
Ilmu.
Al-Qurtubi,
M. (2019). Tafsir al-Qurtubi jilid 10. Pustaka Al-Kautsar.
Aziz,
R. (2022). Pengukuran kohesivitas kelompok. Jurnal Psikologi
Islami, 9(1), 77-89.
Daradjat,
Z. (2001). Ilmu jiwa agama. Bulan Bintang.
Fathoni,
A. (2020). Pendekatan ukhuwah dalam konseling individu. UIN
Maliki Press.
Forsyth,
D.R. (2019). Group dynamics (7th ed.). Cengage Learning.
Hasanah,
U. (2023). Pelatihan konselor kelompok islami. Islamic Counseling
Review, 6(3), 112-130.
Hidayat,
R. (2021). Komunikasi kelompok berbasis nilai Islam. Islamic
Counseling Review, 3(1), 112–125.
Johnson,
D.W., & Johnson, F.P. (2018). Joining together: Group theory
and group skills (12th ed.). Pearson.
Mujib,
A. (2017). Konseling Islami: Teori dan praktik. Prenadamedia
Group.
Nashir,
H. (2023). Tanggung jawab sosial dalam islam. UIN Malang
Press.
Nurihsan,
J., & Agustin, M. (2020). Dinamika kelompok dalam bimbingan
dan konseling. PT Refika Aditama.
Rahmat,
A. (2019). Konflik interpersonal dalam konseling kelompok: Studi kasus di
pesantren. Jurnal BK Pendidikan Islam, 5(2), 45–60.
Saputra,
E. (2021). Ice-breaking islami dalam konseling kelompok. Jurnal
Bimbingan Konseling Islam, 8(2), 45-59.
Siregar,
N. (2024). Metodologi penelitian longitudinal dalam psikologi.
PT RajaGrafindo Persada.
Suryana,
D. (2018). Efektivitas komunikasi aktif dalam konseling kelompok. Jurnal
Psikologi Islam, 12(1), 78–92.
Tajfel, H.,
& Turner, J.C. (1986). The social identity theory of intergroup
behavior. Dalam S. Worchel & W.G. Austin (Ed.), Psychology of
intergroup relations (hlm. 7-24). Nelson-Hall.
Wijaya, A.,
Fauzi, B., & Hidayat, R. (2020). Misinterpretasi ukhuwah di kalangan
santri: Studi di pesantren Jawa Barat. Psikoislamika, 17(1),
88-102.