BIMBINGAN DAN
KONSELING: JARING PENGAMAN KESEHATAN MENTAL GENERASI Z
Bimbingan dan Konseling
Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam
Negeri Kerinci
BAB I
Pengantar:
Generasi Z di Era Digital
Generasi Z, yang juga dikenal sebagai Gen Z atau
Zoomers, lahir antara tahun 1997 dan 2012. Mereka tumbuh di tengah pesatnya
perkembangan teknologi digital. Bagi mereka, internet, smartphone, dan
media sosial bukan sekadar alat, melainkan bagian tak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari sejak usia muda. Generasi ini merupakan penjelajah dunia
maya, kreator konten, dan inovator yang andal, menciptakan perpaduan unik
antara dunia nyata dan dunia digital. Akan tetapi, ketergantungan pada
teknologi ini juga menimbulkan tantangan tersendiri. Teknologi yang seharusnya
mempermudah kehidupan justru berpotensi memengaruhi kesejahteraan dan masa
depan Generasi Z.
BAB II
Kesehatan
Mental Generasi Z
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi Generasi Z
adalah kesehatan mental. Tekanan untuk tampil sempurna di media sosial, berpadu
dengan tingkat kecemasan dan depresi yang tinggi, mengancam kesejahteraan
psikis mereka. Generasi Z, yang umumnya merupakan anak dari Generasi X atau
Milenial, mengalami perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga tantangan
mental yang mereka hadapi juga berkembang dengan kecepatan serupa. Mereka
adalah generasi yang khas, yang tidak hanya menyaksikan, tetapi juga membentuk
lanskap digital masa kini, oleh karena itu perlu menemukan keseimbangan antara
manfaat dan dampak negatif teknologi demi masa depan yang lebih sehat.
BAB III
Potensi
dan Permasalahan Generasi Z di Era Digital
Generasi Z memiliki banyak potensi untuk sukses berkat
energi, inovasi, dan visi mereka. Kemampuan dalam literasi digital, berpikir
kritis, kreativitas, fleksibilitas, komunikasi, empati, dan kemandirian akan
membentuk individu-individu luar biasa yang memberikan dampak positif di dunia.
BAB IV
Dampak Media Sosial Terhadap Kesehatan
Mental Generasi Z: Studi Kasus dan Data
Namun, di tengah potensi luar biasa ini, ledakan media
sosial dan tekanan sosial untuk mencapai kesuksesan instan membuat banyak
Generasi Z mudah terganggu dan mengalami masalah kesehatan mental. Tekanan
untuk serba bisa tanpa mempertimbangkan kemampuan individu menyebabkan
peningkatan kasus kecemasan, stres, dan depresi. Bukan karena kelemahan,
melainkan karena dunia yang serba cepat ini sering kali tidak memperhitungkan
kesejahteraan mental anak muda.
Survei memperlihatkan bahwa lebih dari sepertiga
Generasi Z menghabiskan lebih dari dua jam setiap hari di media sosial, yang
berdampak pada kesehatan mental yang kurang baik. Generasi Z merupakan generasi
yang paling rentan terdampak negatif oleh media sosial, dengan laporan bahwa
rasa takut ketinggalan (fear of missing out atau FOMO), kekhawatiran
terhadap citra tubuh, dan penurunan kepercayaan diri menjadi permasalahan
utama. Studi-studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial memiliki kaitan
erat dengan kesejahteraan yang menurun, terutama di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Survei Kesehatan
Indonesia 2023, menunjukkan prevalensi depresi di Indonesia sebesar 1,4%, atau
sekitar 1 dari 100 orang. Generasi Z (usia 15–24 tahun) memiliki prevalensi
tertinggi, yaitu 2% (Kompas.id, 9 Oktober 2024).
BAB V
Peran Krusial Bimbingan Konseling dalam Menangani
Kesehatan Mental Generasi Z
Generasi Z, dengan gejolak emosi dan tekanan khas
seusia mereka, sangat memerlukan dukungan tambahan dalam menjaga kesehatan
mental. Di sinilah peran Bimbingan Konseling (BK) menjadi krusial. Layanan
konseling individual yang ditawarkan bimbingan dan konseling menjadi tempat
yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran tanpa rasa
takut. Konselor berperan sebagai pemandu, membantu mengidentifikasi akar
masalah, khususnya yang berkaitan dengan tekanan dunia digital, serta melatih
teknik manajemen stres seperti pernapasan dalam dan meditasi. Selain itu,
mereka membantu merancang strategi menghadapi cyberbullying dan
kecemasan akan ketinggalan (Fear of Missing Out/FOMO), misalnya dengan
membatasi penggunaan media sosial dan membangun jaringan dukungan yang solid.
Selain konseling individual, bimbingan dan konseling juga
menawarkan konseling kelompok. Ruang ini menjadi tempat bagi Generasi Z untuk
bertukar pengalaman dan belajar bersama dalam suasana yang suportif. Dibimbing
oleh konselor, diskusi-diskusi ini mempertajam kemampuan komunikasi,
menumbuhkan rasa percaya diri, dan mengembangkan mekanisme penanganan masalah (coping
mechanism) yang efektif. Gabungan konseling individual dan kelompok ini
mewujudkan pendekatan holistik, menolong Generasi Z tidak hanya menanggulangi
masalah kesehatan mental, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan digital
mereka.
BAB VI
Kesimpulan: Menuju Masa Depan Generasi Z
yang Sehat dan Seimbang di Era Digital
Langkah penting lainnya adalah edukasi media digital
yang kritis. bimbingan dan konseling tidak hanya sekadar mengajarkan penggunaan
media sosial yang aman, tetapi juga membekali mereka dengan kemampuan untuk
menelaah informasi yang menyesatkan. Dengan demikian, Generasi Z dapat menjadi
pengguna media digital yang cerdas, mampu membangun literasi digital yang
sehat, dan mengatur waktu penggunaan media sosial secara efektif. Tujuannya
jelas: mencegah kecanduan dan menjaga keseimbangan antara kehidupan nyata dan
dunia maya. bimbingan dan konseling membantu mereka untuk hidup di era digital
tanpa dihantui oleh tekanan dan dampak negatifnya. Dengan pendekatan holistik
ini, bimbingan dan konseling tidak hanya mengatasi masalah kesehatan mental
yang ada, tetapi juga membekali Gen Z dengan keterampilan dan kesadaran yang
dibutuhkan untuk menjalani kehidupan digital yang lebih sehat dan seimbang,
menciptakan masa depan yang lebih cerah dan bermakna.